Musim 2025 menjadi saksi kembalinya tren lemparan panjang di Premier League. Strategi klasik ini kembali dipakai sejumlah klub besar seperti Brentford, Bournemouth, dan Tottenham Hotspur untuk memecah pertahanan lawan.
Dalam beberapa tahun terakhir, gaya bermain berbasis penguasaan bola mendominasi liga. Namun kini, banyak pelatih menemukan kembali efektivitas dari lemparan panjang yang mampu langsung menciptakan peluang di kotak penalti.
Para analis menilai, taktik ini kembali diminati karena memberikan keuntungan dalam duel udara, menciptakan peluang tanpa harus membangun serangan panjang, serta mengejutkan lawan yang terlalu fokus pada pressing tinggi.
Asal Usul dan Evolusi Lemparan Panjang
Teknik lemparan panjang Premier League sejatinya bukan hal baru. Pada era 1990-an, pemain seperti Rory Delap dari Stoke City dikenal karena kemampuan luar biasa melempar bola sejauh tendangan bebas.
Namun setelah revolusi taktik Pep Guardiola yang membawa gaya tiki-taka, strategi ini sempat dianggap kuno. Kini, data modern membuktikan efektivitasnya. Menurut Opta, gol dari situasi lemparan ke dalam meningkat 18% dalam dua musim terakhir.
Klub-klub mulai memadukan teknik klasik ini dengan analisis data, menciptakan kombinasi antara kekuatan fisik dan presisi posisi pemain.
Brentford Jadi Pelopor Modern Lemparan Panjang
Brentford menjadi contoh paling nyata dari kebangkitan lemparan panjang Premier League. Di bawah asuhan Thomas Frank, mereka menggunakan pendekatan ilmiah terhadap setiap lemparan ke dalam.
Klub ini memiliki analis khusus bola mati bernama Bernardo Cueva, yang meneliti area terbaik untuk melempar, arah bola, dan posisi ideal untuk menyambutnya.
Musim ini, Brentford mencetak tiga gol langsung dari lemparan ke dalam — angka tertinggi di liga. Ivan Toney dan Bryan Mbeumo sering menjadi target, sementara pemain belakang siap menjemput bola liar dari hasil duel udara.
Tottenham dan Bournemouth Ikut Manfaatkan Taktik Ini
Tottenham Hotspur dan Bournemouth termasuk klub yang ikut mengadopsi kembali strategi lemparan panjang Premier League.
Pelatih Ange Postecoglou memberi kebebasan kepada para bek sayap untuk meluncurkan lemparan sejauh mungkin ke kotak penalti. Pemain seperti Cristian Romero dan Richarlison kerap memanfaatkan situasi ini untuk menciptakan peluang gol cepat.
Sementara Bournemouth menjadikan lemparan panjang sebagai bagian dari pressing tinggi. Dengan kekuatan fisik para pemain seperti Marcus Tavernier, bola lemparan langsung diarahkan ke area berbahaya dan disusul dengan tekanan agresif.
Analisis Data dan Peran Pelatih Spesialis
Klub-klub Premier League kini menyadari pentingnya mengoptimalkan setiap momen bola mati. Maka dari itu, beberapa tim mempekerjakan set-piece coach atau pelatih spesialis bola mati.
Pelatih ini tidak hanya melatih cara melempar bola, tapi juga mengatur pola pergerakan pemain, jalur pantulan bola, dan area potensial untuk mencetak gol kedua (second ball).
Dengan bantuan teknologi video dan data GPS, pelatih dapat menentukan pemain dengan daya lempar terkuat, posisi lawan yang mudah dieksploitasi, hingga taktik variasi lemparan yang membingungkan pertahanan.
Dampak Lemparan Panjang terhadap Gaya Bermain Liga
Kembalinya lemparan panjang di Premier League juga mengubah dinamika permainan. Pertahanan kini harus lebih berhati-hati menghadapi situasi bola mati, sementara kiper dituntut lebih agresif dalam menjemput bola.
Beberapa tim bahkan menyesuaikan formasi mereka ketika menghadapi lawan yang terkenal dengan kekuatan lemparan panjang. Misalnya, Manchester United dan Chelsea sering menurunkan satu bek tambahan di area kotak penalti saat menghadapi Brentford.
Selain aspek taktis, efek psikologis dari lemparan panjang juga signifikan. Bek lawan sering kali merasa tertekan karena situasi ini dapat menciptakan kekacauan dalam hitungan detik.
Efisiensi Dibandingkan Strategi Lain
Secara statistik, peluang mencetak gol dari lemparan panjang Premier League mencapai 8–10% dalam setiap eksekusi di dekat kotak penalti — angka yang cukup tinggi dibandingkan dengan serangan terbuka.
Selain itu, lemparan panjang memberikan keuntungan waktu. Dalam permainan cepat, bola yang langsung mengarah ke jantung pertahanan lawan bisa mengubah tempo secara drastis dan memberi kejutan.
Efisiensi ini menjadi alasan utama mengapa banyak klub papan tengah dan bawah menggunakannya sebagai senjata utama menghadapi tim besar dengan penguasaan bola dominan.
Pendekatan Modern: Kombinasi Sains dan Strategi
Di era sepak bola modern, lemparan panjang tidak lagi sekadar mengandalkan kekuatan tangan. Pemain dilatih dengan teknik biomekanik agar bisa melempar bola dengan rotasi dan arah yang optimal.
Beberapa klub bahkan menggunakan pelatih atletik dari cabang olahraga baseball atau atletik untuk memperkuat kemampuan lempar pemain.
Pendekatan ilmiah ini menunjukkan bahwa lemparan panjang Premier League kini diperlakukan setara dengan set piece lain seperti tendangan sudut atau tendangan bebas.
Tanggapan Pelatih dan Pemain
Mikel Arteta dari Arsenal menilai bahwa tren lemparan panjang adalah contoh adaptasi sepak bola modern. “Anda bisa memiliki 70% penguasaan bola, tapi satu lemparan panjang bisa mengubah segalanya,” ujarnya dalam wawancara baru-baru ini.
Sementara pemain seperti James Tarkowski dari Everton mengaku, mereka kini berlatih menghadapi lemparan panjang sama intensnya dengan latihan bola mati biasa.
Kesimpulan: Tradisi Kuno yang Kembali Bersinar
Tren lemparan panjang Premier League 2025 membuktikan bahwa strategi lama bisa kembali populer jika dikombinasikan dengan pendekatan modern.
Bukan sekadar gaya bermain defensif, tapi bentuk kecerdasan taktis yang memanfaatkan setiap peluang kecil untuk mencetak gol. Klub-klub seperti Brentford dan Tottenham telah menunjukkan bahwa dalam sepak bola, inovasi tidak selalu berarti hal baru — terkadang, itu adalah kebangkitan dari masa lalu yang disempurnakan dengan sains dan analisis.
