Musim 2025/26 menjadi periode kelam bagi Juventus setelah kehadiran pelatih asal Kroasia, Igor Tudor, berakhir dengan pemecatan dini. Banyak pihak menilai, penyebab utama kegagalan itu bukan hanya strategi yang tidak berjalan, tetapi juga karena pemain Juventus yang mengecewakan Igor Tudor di berbagai posisi penting. Sejumlah nama besar tampil di bawah performa terbaik mereka, membuat Juventus kehilangan arah dan kepercayaan diri di lapangan.
Salah satu penyebab utama pemecatannya diyakini bukan semata karena strategi, tetapi juga performa sejumlah pemain kunci yang tampil jauh di bawah ekspektasi. Berikut lima pemain Juventus yang paling mengecewakan Igor Tudor dan berkontribusi terhadap kejatuhannya di kursi pelatih.
Dusan Vlahovic – Ujung Tombak yang Kehilangan Ketajaman
Dusan Vlahovic seharusnya menjadi mesin gol utama Juventus di bawah asuhan Tudor. Dengan status sebagai salah satu penyerang terbaik Serie A, Vlahovic diharapkan mampu memimpin lini depan dan menghidupkan kembali tradisi striker tajam di Turin. Sayangnya, penampilannya justru menurun drastis.
Dalam beberapa pertandingan awal musim, Vlahovic kesulitan menemukan sentuhan terbaiknya. Statistik menunjukkan efisiensi tembakannya turun hingga di bawah 10%. Banyak peluang emas terbuang percuma, dan ketidakhadirannya dalam situasi penting membuat Juventus kehilangan poin berharga. Tudor dikabarkan frustrasi dengan sikap Vlahovic yang kurang agresif dalam pressing serta kurangnya kerja sama dengan lini tengah.
Sang pelatih bahkan sempat mencoba menurunkan Vlahovic sebagai false nine, tetapi eksperimen itu gagal total. Dalam laga melawan Fiorentina dan Lazio, Juventus kesulitan mencetak gol, sementara Vlahovic terlihat seperti bayangan dirinya sendiri. Performa buruk sang striker menjadi salah satu pemicu utama turunnya produktivitas tim dan tekanan terhadap Tudor semakin besar.
Federico Chiesa – Bintang yang Tak Konsisten
Nama Federico Chiesa selalu menjadi sorotan di Juventus. Ia adalah pemain dengan kemampuan eksplosif dan kreativitas tinggi, tetapi di bawah Igor Tudor, performanya justru tak menentu. Chiesa kerap kehilangan konsentrasi dan terlalu lama membawa bola hingga serangan Juventus mandek di tengah jalan.
Masalah lain muncul dari hubungan yang kurang harmonis antara Tudor dan Chiesa. Sumber internal klub menyebutkan bahwa sang pelatih kerap menuntut disiplin taktik lebih ketat, sementara Chiesa ingin bermain lebih bebas di sisi sayap. Perbedaan pandangan itu menciptakan gesekan yang berdampak buruk di ruang ganti.
Dalam beberapa pertandingan penting, seperti melawan Inter Milan dan Napoli, Chiesa tampil tanpa semangat dan gagal memberi kontribusi signifikan. Tudor bahkan sempat mencadangkannya dalam dua laga berturut-turut, keputusan yang memicu kritik keras dari para tifosi. Ketidakseimbangan performa Chiesa turut memperlemah serangan Juventus yang sudah minim kreativitas sejak awal musim.
Adrien Rabiot – Gelandang yang Kehilangan Kendali
Sebagai kapten tim dan figur senior di ruang ganti, Adrien Rabiot diharapkan menjadi motor penggerak di lini tengah. Namun, di bawah Tudor, pemain asal Prancis itu justru terlihat kehilangan arah.
Rabiot kerap kesulitan beradaptasi dengan sistem pressing tinggi yang diterapkan Tudor. Ia tampak lamban dalam menutup ruang dan beberapa kali kehilangan bola di area berbahaya. Dalam pertandingan melawan Atalanta, misalnya, blundernya di menit akhir membuat Juventus harus puas dengan hasil imbang yang seharusnya bisa dihindari.
Lebih buruk lagi, Rabiot disebut tidak sepenuhnya mendukung keputusan taktis Tudor. Dalam sesi latihan, pelatih Kroasia itu dikabarkan sering bentrok dengan sang gelandang mengenai posisi ideal di lapangan. Tudor ingin Rabiot bermain lebih defensif, sementara sang pemain merasa perannya sebagai box-to-box midfielder harus tetap dijaga. Konflik halus ini berkontribusi pada suasana ruang ganti yang mulai retak menjelang pemecatan pelatih.
Bremer – Benteng Kokoh yang Mulai Rapuh
Ketika Juventus merekrut Gleison Bremer dari Torino, harapannya jelas: menjadikannya benteng utama di lini pertahanan. Namun, di bawah Tudor, performa Bremer jauh dari kata stabil. Ia kerap kehilangan fokus dalam situasi satu lawan satu dan terlihat kurang percaya diri ketika bermain dengan garis pertahanan tinggi.
Sistem Tudor yang menuntut bek aktif dalam membangun serangan dari belakang tampaknya tidak cocok dengan gaya alami Bremer. Akibatnya, banyak umpan vertikal yang tidak akurat dan sering berujung pada serangan balik lawan.
Dalam beberapa pertandingan, termasuk melawan AS Roma dan Bologna, Bremer melakukan kesalahan elementer yang berakibat fatal. Tudor disebut sempat marah besar di ruang ganti usai laga karena kesalahan berulang yang seharusnya bisa dihindari oleh pemain sekelas Bremer. Ketidakmampuannya menjaga stabilitas membuat lini belakang Juventus menjadi titik lemah yang dimanfaatkan lawan.
Weston McKennie – Energi yang Tak Tersalurkan
Nama terakhir di daftar ini adalah Weston McKennie. Gelandang asal Amerika Serikat ini dikenal memiliki etos kerja tinggi dan semangat pantang menyerah, tetapi di bawah Tudor, performanya justru anjlok.
McKennie sering kali terlihat kebingungan menjalankan peran yang diberikan. Kadang ia dimainkan sebagai sayap kanan, kadang di tengah, bahkan sempat dicoba di posisi bek sayap. Pergantian peran ini membuatnya sulit beradaptasi dan kehilangan ritme permainan. Tudor tampak gagal menemukan peran terbaik untuk McKennie, sementara sang pemain juga tidak mampu menunjukkan fleksibilitas yang diharapkan.
Ketika Juventus kalah 0–2 dari Napoli, McKennie menjadi sorotan utama karena gagal menutup ruang di sisi kanan pertahanan. Tudor disebut sempat kehilangan kesabaran dan menegurnya secara langsung di depan pemain lain. Insiden tersebut memperburuk hubungan keduanya, dan sejak itu, performa McKennie terus menurun hingga akhirnya lebih sering duduk di bangku cadangan.
Ruang Ganti yang Retak dan Tekanan Publik
Selain performa individu yang mengecewakan, faktor internal juga berperan besar dalam kegagalan Igor Tudor di Juventus. Hubungan dingin antara pelatih dan beberapa pemain senior menciptakan ketegangan yang sulit dikendalikan.
Menurut laporan media Italia, sejumlah pemain mulai kehilangan kepercayaan terhadap metode latihan Tudor yang dianggap terlalu kaku dan menuntut fisik berlebihan. Situasi semakin rumit karena hasil pertandingan tidak berpihak pada Juventus, membuat tekanan dari fans dan manajemen kian meningkat.
Ketika Juventus gagal meraih kemenangan dalam empat laga berturut-turut, termasuk kekalahan memalukan dari Monza, manajemen akhirnya mengambil keputusan berat: memecat Igor Tudor. Bagi sebagian pihak, keputusan ini sudah tak terhindarkan mengingat atmosfer ruang ganti yang sudah tidak sehat.
Kesimpulan: Gagal Total dalam Sinkronisasi
Pemecatan Igor Tudor bukan hanya akibat kesalahan taktik, tetapi juga cerminan dari kegagalan kolektif. Lima pemain utama Juventus — Vlahovic, Chiesa, Rabiot, Bremer, dan McKennie — tidak mampu memberikan performa terbaik mereka.
Tudor datang dengan visi membangun tim yang dinamis dan agresif, namun ia justru menemui resistensi dari para pemain yang terbiasa dengan gaya konservatif era Allegri. Kombinasi buruk antara inkonsistensi individu, minimnya adaptasi taktik, dan konflik internal menjadi racikan sempurna untuk kehancuran.
Kini, Juventus kembali mencari arah baru. Manajemen dikabarkan sedang mempertimbangkan beberapa nama pelatih top Eropa untuk menstabilkan situasi. Namun satu hal yang pasti — pengalaman pahit era Igor Tudor akan menjadi pelajaran berharga bagi klub dan para pemainnya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
