Kontroversi kembali melanda Serie A setelah pertandingan Fiorentina kontra AC Milan di Artemio Franchi diwarnai keputusan VAR yang dianggap merugikan La Viola. Direktur Fiorentina, Joe Barone, meledak dalam wawancara pasca-laga dan menuduh sistem VAR menciptakan “skandal yang memalukan” bagi sepak bola Italia.
VAR Bikin Fiorentina Meradang
Dalam pertandingan yang berakhir dengan kekalahan tipis 1-2 untuk Fiorentina, momen krusial terjadi di menit-menit akhir babak kedua. Sebuah pelanggaran di kotak penalti Milan terhadap Lucas Beltrán tampak jelas dalam tayangan ulang, namun wasit Maurizio Mariani memilih melanjutkan permainan. VAR, yang seharusnya mengoreksi kesalahan tersebut, justru tidak memanggil sang pengadil lapangan untuk meninjau monitor.
Keputusan itu langsung memicu amarah para pemain dan staf Fiorentina. Joe Barone, yang dikenal vokal terhadap kebijakan wasit Serie A, tidak menahan emosinya.
“Saya benar-benar tidak paham lagi apa fungsi VAR kalau momen seperti ini tidak ditinjau ulang. Ini bukan sekadar kesalahan, ini skandal! Tapi kalau memang harus disalahkan, salahkan saya, bukan pelatih atau pemain,” tegas Barone seperti dikutip La Gazzetta dello Sport.
Barone menegaskan bahwa ia tidak ingin menyalahkan Stefano Pioli—pelatih Milan yang sempat menjadi bagian dari Fiorentina—melainkan sistem VAR yang dianggap tidak konsisten dan menodai integritas kompetisi.
VAR di Serie A Kembali Jadi Sorotan
Kontroversi VAR bukan hal baru di Serie A musim ini. Beberapa klub seperti Roma, Lazio, hingga Napoli juga pernah merasa dirugikan oleh keputusan teknologi yang sejatinya diciptakan untuk memperbaiki kesalahan manusia.
Dalam beberapa pekan terakhir, banyak pelatih yang mengeluh soal “interpretasi subjektif” dari ofisial VAR. Kadang intervensi dilakukan untuk pelanggaran ringan, namun di lain waktu, pelanggaran yang lebih jelas dibiarkan tanpa tinjauan ulang.
Fiorentina sendiri sudah dua kali mengalami situasi serupa musim ini. Pada laga melawan Atalanta bulan lalu, pelanggaran keras terhadap Nico González juga tidak ditinjau oleh VAR, yang membuat Vincenzo Italiano frustrasi di pinggir lapangan.
Barone menilai hal ini menunjukkan adanya masalah mendasar pada penerapan teknologi di Italia.
“VAR seharusnya membantu, bukan menciptakan keraguan. Kalau sistemnya tidak transparan, publik akan kehilangan kepercayaan. Sepak bola tidak boleh jadi bahan tertawaan karena kesalahan teknis,” ujarnya lagi.
Reaksi dari Pihak Milan dan FIGC
Menariknya, pihak AC Milan justru memilih bersikap tenang. Stefano Pioli menolak mengomentari kritik Barone, meskipun mantan klubnya itu secara tidak langsung menuding Milan diuntungkan.
“Saya tidak mau bicara soal wasit. Saya hanya tahu tim saya bermain dengan disiplin dan pantas menang,” kata Pioli singkat.
Sementara itu, FIGC (Federasi Sepak Bola Italia) dikabarkan tengah mengevaluasi insiden tersebut. Sumber internal federasi menyebut bahwa komite wasit (AIA) akan meninjau rekaman komunikasi antara VAR dan wasit lapangan untuk memastikan apakah ada kesalahan prosedur.
Seorang analis arbitrase dari Sky Sport Italia, Luca Marelli, juga memberikan pandangannya:
“Pelanggaran terhadap Beltrán memang terlihat kontak minimal, tapi cukup untuk ditinjau ulang. Keputusan VAR untuk tidak memanggil Mariani mungkin karena mereka menilai kontaknya terlalu ringan. Namun, jika kita bicara konsistensi, banyak kasus serupa yang justru diberi penalti musim ini.”
Fiorentina di Bawah Tekanan
Kekalahan dari Milan semakin memperburuk tren negatif Fiorentina di Serie A. Dalam lima pertandingan terakhir, La Viola hanya mengoleksi empat poin, membuat posisi mereka di papan tengah semakin terancam.
Pelatih Vincenzo Italiano sebenarnya sudah menunjukkan perbaikan dalam sistem permainan, terutama dalam penguasaan bola dan pressing tinggi. Namun, hasil akhir masih belum berpihak, dan kini tekanan publik semakin besar.
Joe Barone menyadari bahwa kemarahan terhadap VAR tidak boleh dijadikan alasan untuk menutupi kekurangan tim, namun ia merasa Fiorentina berhak mendapatkan perlakuan adil.
“Kami tidak minta diistimewakan, kami hanya minta keadilan. Kalau ada yang salah dalam tim ini, itu tanggung jawab saya, bukan pelatih, bukan pemain,” katanya penuh emosi.
Tekanan Publik terhadap Transparansi VAR
Setelah laga berakhir, media sosial Italia langsung dibanjiri komentar pedas dari fans Fiorentina. Tagar #VARskandal dan #FiorentinaMilan sempat menjadi trending di X (Twitter).
Banyak suporter mengunggah cuplikan video pelanggaran Beltrán dengan komentar sarkastik terhadap kinerja VAR. Bahkan beberapa akun pendukung netral menyebut keputusan itu “aneh” karena terlalu cepat dibiarkan tanpa tinjauan ulang.
Tekanan publik semakin besar terhadap AIA dan FIGC untuk membuka komunikasi audio antara wasit dan VAR agar publik bisa menilai sendiri apakah keputusan diambil secara benar atau tidak.
Tradisi Panjang Kontroversi VAR di Serie A
Sejak diperkenalkan pada 2017, VAR di Italia selalu menjadi bahan perdebatan. Walau tujuannya mulia, penerapannya sering kali tidak konsisten. Musim ini, tercatat lebih dari 20 keputusan VAR yang kemudian dikritik oleh media dan pelatih karena dianggap tidak adil.
Beberapa pengamat menilai masalahnya bukan pada teknologinya, melainkan pada “mentalitas protektif” di antara ofisial wasit. Mereka enggan mengoreksi keputusan rekan di lapangan karena khawatir dianggap melemahkan otoritas.
Dalam konteks ini, ledakan Joe Barone bukan hanya ekspresi emosi, tapi juga panggilan untuk reformasi sistem wasit di Italia.
Reformasi yang Ditunggu
Eks pemain dan komentator, Antonio Cassano, juga ikut berkomentar dalam program Bobo TV:
“VAR di Italia sudah seperti lotre. Kadang dipakai, kadang tidak. Kalau Fiorentina merasa dirugikan, wajar mereka marah. Tapi solusinya bukan sekadar marah-marah, melainkan menuntut transparansi.”
Barone, yang dikenal sebagai figur keras namun rasional, menegaskan bahwa ia akan meminta pertemuan langsung dengan FIGC dan AIA untuk membahas sistem evaluasi VAR. Ia juga menyerukan agar komunikasi VAR disiarkan publik, seperti yang sudah diterapkan di Premier League dan MLS.
“Kalau wasit tidak punya apa-apa untuk disembunyikan, kenapa tidak dibuka saja audionya? Biar semua tahu apa yang sebenarnya terjadi,” ujarnya.
Kesimpulan: Amarah yang Mewakili Banyak Klub
Ledakan emosi Joe Barone mungkin tampak berlebihan, tapi tidak sedikit pihak yang menganggapnya mewakili banyak klub di Serie A. VAR seharusnya memperjelas keadilan, bukan menciptakan kebingungan baru.
Kemarahan Barone menjadi refleksi dari frustrasi kolektif atas sistem yang belum matang, bahkan setelah bertahun-tahun digunakan. Dan ketika seorang direktur klub berani berkata “salahkan saya, bukan pelatih,” itu bukan sekadar pembelaan diri—melainkan bentuk tanggung jawab sekaligus peringatan bagi mereka yang duduk di kursi kekuasaan sepak bola Italia.
