Musim baru Serie A menghadirkan banyak kejutan, dan salah satu yang paling mencuri perhatian datang dari tim yang baru saja promosi — Como 1907. Klub yang bermarkas di tepi Danau Como ini tidak hanya membuat sensasi karena kembalinya mereka ke kasta tertinggi sepak bola Italia setelah bertahun-tahun absen, tetapi juga karena gaya bermainnya yang begitu memikat. Di bawah sentuhan tangan dingin Cesc Fabregas, Como kini menjadi simbol sepak bola indah ala tiki-taka di Serie A.
Fabregas dan Transformasi Como 1907
Ketika nama Cesc Fabregas diumumkan sebagai bagian dari proyek Como 1907 — pertama sebagai pemain, lalu berlanjut sebagai pelatih — banyak yang skeptis. Namun, mantan bintang Arsenal, Barcelona, dan Chelsea ini membuktikan bahwa visinya tentang sepak bola modern bukan sekadar teori.
Fabregas datang dengan filosofi yang sangat jelas: mengubah Como menjadi tim yang memainkan sepak bola dengan penguasaan bola tinggi, pergerakan cepat, dan koordinasi antar pemain yang halus. Ia membawa semangat La Masia, sistem sepak bola Spanyol yang membentuk dirinya sejak kecil, ke dalam lingkungan Italia yang selama ini dikenal lebih kaku dan defensif.
Gaya bermain ini tidak hanya menarik untuk ditonton, tetapi juga efisien. Como yang sebelumnya dikenal sebagai tim pekerja keras kini menjelma menjadi tim yang mengontrol tempo, memancing lawan keluar, lalu menyerang dengan kombinasi umpan satu-dua cepat di ruang sempit.
Tiki-Taka Versi Como: Adaptasi Cerdas di Serie A
Walaupun banyak yang menyebut gaya bermain Como sebagai “tiki-taka”, Fabregas sendiri lebih suka menyebutnya “intelligent possession”. Ia tahu betul bahwa Serie A bukan liga yang bisa dikuasai hanya dengan umpan horizontal. Oleh karena itu, ia memodifikasi konsep klasik tiki-taka menjadi lebih dinamis dan agresif.
Dalam setiap pertandingan, Como tampil dengan formasi dasar 4-3-3, tetapi pergerakannya sangat fleksibel. Dua bek sayap sering naik tinggi ke tengah, menciptakan overload di area tengah lapangan. Gelandang bertahan tidak hanya menjadi jangkar, tetapi juga berfungsi sebagai pengatur ritme permainan. Sementara itu, lini depan selalu aktif menekan dari depan, meniru prinsip counter-pressing ala Barcelona era Pep Guardiola.
Salah satu ciri khas permainan Como di bawah Fabregas adalah build-up dari belakang. Kiper dan bek tengah dilatih untuk tetap tenang di bawah tekanan, bahkan ketika lawan menekan tinggi. Fabregas menanamkan kepercayaan bahwa bola tidak boleh dibuang sembarangan — setiap sentuhan harus memiliki tujuan. Hasilnya, Como menjadi salah satu tim dengan rasio penguasaan bola tertinggi di Serie A, meski statusnya sebagai tim promosi.
Pemain Kunci dalam Mesin Tiki-Taka Como
Keberhasilan strategi ini tentu tidak lepas dari pemain-pemain yang mampu menerjemahkan ide Fabregas di lapangan. Salah satu yang paling menonjol adalah Patrick Cutrone, penyerang yang dikenal karena etos kerja tinggi dan kemampuan membuka ruang. Ia kini menjadi ujung tombak yang bukan hanya mencetak gol, tetapi juga menjadi penghubung dalam serangan cepat.
Di lini tengah, sosok Daniele Baselli dan Liam Kerrigan memainkan peran vital dalam menjaga keseimbangan antara bertahan dan menyerang. Baselli, dengan pengalaman panjang di Serie A, menjadi “otak” permainan yang memimpin sirkulasi bola dari tengah. Sedangkan Kerrigan memberi warna muda dan eksplosif pada transisi serangan.
Menariknya, Fabregas juga mempercayakan beberapa pemain muda dari akademi Como untuk tampil di tim utama. Ia percaya pada regenerasi, dan hal ini membuat Como terlihat segar sekaligus berani. Seperti halnya filosofi Barcelona, Fabregas menekankan bahwa pemain muda harus dibentuk untuk memahami ide permainan, bukan hanya sekadar teknik individu.
Dari Lapangan Latihan ke Pertandingan: Disiplin adalah Kunci
Gaya tiki-taka tidak bisa dibangun dalam semalam. Fabregas mengaku bahwa latihan harian Como berfokus pada pola pergerakan tanpa bola, kecepatan umpan, dan orientasi ruang. Setiap sesi dimulai dengan rondo — latihan khas Spanyol di mana pemain berlatih mengoper cepat dalam tekanan.
“Di Como, setiap pemain harus tahu ke mana harus bergerak bahkan sebelum menerima bola,” ujar Fabregas dalam wawancara dengan Sky Sport Italia. “Itu inti dari sepak bola saya. Bukan hanya tentang menguasai bola, tapi juga menguasai ruang.”
Latihan intens ini mulai terlihat hasilnya di pertandingan. Como sering kali mampu memaksa tim besar seperti Fiorentina atau Lazio untuk bermain bertahan, sesuatu yang jarang terjadi bagi tim promosi. Publik Italia pun mulai menyadari bahwa Como bukan sekadar tim kejutan, melainkan contoh bagaimana ide baru bisa hidup di liga yang penuh tradisi taktik.
Cesc Fabregas: Dari Maestro Lapangan ke Arsitek Masa Depan
Sebagai pemain, Cesc Fabregas dikenal sebagai salah satu gelandang paling cerdas dalam generasinya. Kini, ia sedang menulis bab baru dalam kariernya — bukan dengan umpan di lapangan, melainkan dengan visi dari pinggir lapangan.
Pengaruhnya di Como lebih dari sekadar taktik. Ia mengubah kultur klub menjadi lebih profesional, modern, dan berpikiran maju. Fabregas bahkan terlibat langsung dalam rekrutmen pemain, menekankan pentingnya kecocokan gaya bermain daripada sekadar nama besar.
Beberapa analis di Italia menyebut Fabregas sebagai “Pep Guardiola versi muda di Serie A”. Meski perbandingan itu mungkin berlebihan, tak bisa dipungkiri bahwa pendekatan sepak bolanya membawa nuansa baru. Ia menolak bermain reaktif, bahkan saat melawan tim besar. Ia percaya bahwa keberanian memainkan bola adalah bentuk tertinggi dari kepercayaan diri.
Respon Penggemar dan Media Italia
Respon terhadap Como 1907 musim ini luar biasa positif. Media Italia, yang biasanya sinis terhadap tim-tim kecil, mulai mengapresiasi cara mereka bermain. Surat kabar La Gazzetta dello Sport menyebut Como sebagai “oasis sepak bola indah di Serie A”.
Para penggemar juga menikmati gaya ini. Stadion Giuseppe Sinigaglia kini selalu penuh, dan atmosfernya berubah menjadi penuh semangat serta kebanggaan lokal. Banyak yang datang bukan hanya untuk mendukung, tetapi juga untuk menyaksikan bagaimana tim mereka menampilkan permainan yang begitu elegan.
Tak sedikit pula yang berharap Como bisa menjadi contoh bagi klub-klub kecil lainnya di Italia. Bahwa membangun identitas permainan bisa lebih penting daripada hanya mengejar hasil jangka pendek. Filosofi Fabregas seolah mengembalikan esensi sepak bola sebagai seni, bukan sekadar kompetisi angka.
Tantangan ke Depan untuk Como 1907
Meski mendapat banyak pujian, perjalanan Como tentu tidak akan mudah. Liga Italia terkenal dengan jadwal padat dan lawan yang lihai membaca pola permainan. Fabregas perlu menjaga konsistensi timnya, terutama ketika menghadapi tekanan dari lawan yang lebih berpengalaman.
Aspek fisik juga menjadi perhatian. Permainan berbasis penguasaan bola menuntut konsentrasi dan stamina tinggi. Fabregas pun telah menyiapkan sistem rotasi untuk menjaga kebugaran pemain, sembari tetap mempertahankan intensitas latihan taktis.
Namun satu hal pasti: Como kini bukan lagi tim yang diremehkan. Mereka telah menjadi representasi perubahan wajah sepak bola Italia — dari gaya konservatif ke permainan progresif.
Warisan Filosofi Sepak Bola Fabregas
Jika tren ini berlanjut, Fabregas berpotensi menjadi salah satu pelatih muda paling berpengaruh di Eropa. Ia telah membuktikan bahwa filosofi Spanyol bisa hidup berdampingan dengan disiplin khas Italia. Lebih dari itu, ia menunjukkan bahwa visi yang jelas dan konsistensi bisa mengubah klub kecil menjadi simbol gaya dan inovasi.
Seperti kata Fabregas sendiri, “Kami mungkin bukan Barcelona atau Manchester City, tetapi kami bisa bermain dengan ide yang sama — dengan keberanian, kecerdasan, dan rasa hormat terhadap bola.”
Dan memang, apa yang sedang dibangun di Como bukan sekadar proyek olahraga. Ini adalah revolusi kecil di Serie A, di mana sepak bola indah kembali mendapat tempatnya.
